Kamis, 29 Oktober 2009

PEREMPUAN YANG TAK PERNAH KUMENGERTI



OlEh : Adi MaNsAh AlFaRuQ
Perempuan itu tak bergeming dari lelapnya, bahkan ketika kubenahi selimutnya. Wajah yang begitu damai terletak diatas bantal yang putih. Seakan dirinya tidur di taman Syurga. Sungguh, aku tak tau apa yang ia impikan.
"Kamu tak sungguh-sungguh mencintaiku. Kamu hanya kasihan padaku," ujar perempuan itu.
Aku tertegun. Sangat terkejut mendengar pernyataan yang cenderung menuduh itu.
"Tidak lebih," sakali lagi ia menandaskan sebelum sempat aku menjawabnya. "Kamu hanya kasihan padaku, tidak lebih." Aku masih saja terkejut, meski ini pernyataannya yang ketiga. Aku tetap diam. Tak hendak menjawab. Aku begitu bingung dengan pernyataannya. Namun tiba-tiba aku berpikir benarkah demikian?

Ketika pertama kali berkenalan, aku hanya berpikir bahwa dia cantik. Itu saja. Tetapi aku memang malu ternyata dia tak hanya cantik tapi wanita solehah,kaya dan terhormat. Hanya itu yang mampu menggetarkan hati dan rasaku. Satu hal yang wajar karena aku laki-laki dewasa, normal. Tapi yang ini lain, hati memang bergetar dan pandanganku pun tertegun tiada berdaya untuk menatapnya.
Aku mulai ingin tahu lebih banyak tentangnya. Informasi yang semula kuharapkan bisa menjadi bekal untuk menjajaki kemungkinan mengajaknya hidup bersama sampai tua. kusadar bahwa ternyata aku bukan laki-laki kaya dan mampu, aku hanya punya cinta dan kasih sayang. Teramat sering aku berpikir bahwa ini semua takkan pernah terjadi, untuk menikahinya, Apalagi aku sedang dalam kuliah. Terus terang inilah yang membuat aku tak percaya diri dan beryakin untuk melamarnya. Tetapi demi mendengar kisah tentangnya, aku menjadi berpikir bahwa mungkin, bahkan pasti, aku bisa membahagiakannya nanti. Seperti juga yang dialami teman-temanku yang menikah diwaktu kuliah. kudengar wanita ini terlalu sering menanyakan dan memuji diriku tapi kuanggap semua gombal dan candaan belaka, kulalu berpikir untuk segera mencari dermaga terakhir. Usiaku ternyata semakin menapak. Dan rasanya tiba waktuku untuk membina rumah tangga, yang mudah-mudahan lebih kekal ketimbang penantianku selama ini yang tiada pasti padanya.
Aku hanya lelaki bodoh, miskin,hina. Dan dia perempuan yang baik,kaya,cantik dan solehah. Jika kemudian aku memilih dia sebagai teman membina keluarga, mudah-mudahan dia bisa menerima aku apa adanya. Seperti aku akan menerimanya apa adanya. Maka kuberanikan diri untuk menyatakan suka. kutahu, kali ini pasti aku terlihat sangat norak karena tiba-tiba saja untuk pertama kalinya aku terbata dan nyaris gagap untuk sekedar mengungkap kata suka. Tetapi aku menjadi sangat tersanjung karena ternyata ia tak menertawakanku. Ia tersenyum sebagai ungkapan penerimaannya. Bahkan ada harapan untuk hidup bersamanya.
Percaya atau tidak, sekian banyak tahun berlalu tak pernah sekalipun kusentuh dia. Aku takut pada dosa. Tak bisa lupakan itu. Aku takut perilakuku akan menyakitinya jika kumembiarkan setan menguasaiku. Tapi, pernyataannya itu begitu tiba-tiba bagiku. Aku merasa tak pernah mengecewakannya. Tapi tiba-tiba aku dituduh tak sungguh-sungguh mencintainya dan sekedar kasihan padanya! Aku ingin bersikukuh dan berniat hidup dengannya. Terkadang aku pun tak mengerti bagaimana sikapnya. Terus terang akupun mulai ragu benarkah cintaku kubangun dari perasaan kasihan. Dan apakah dia juga tulus suka padaku?
Sekian waktu berlalu. Dermagaku tak jua kutemukan. Mungkin karena aku tak sungguh-sungguh mencarinya. Sekarang justru aku yang bertanya, "siapa yang sesungguhnya harus dikasihani dan mengasihani."?Aku yang tercabik oleh penampikannya yang sama sekali tak kuduga dan tak bisa kuterima atau dia yang entah mengapa berpikir demikian?
Ketika aku membuka mata, perempuan itu tengah duduk sembari memandangiku. Ia dating dan tersenyum. Cantik sekali. Aku tak sempat terlalu lama membalas tatapannya, "Astaghfirullah". Dan
"Aku mencintaimu, Aku ingin melamarmu" bisikku. "Aku ingin jadi yang halal bagimu begitu jua dengan dirimu halal bagiku". Dia tertegun dan termenung, seakan tak percaya ucapanku.
"Aku tahu kau tak sungguh-sungguh mencintaiku. Kau hanya kasihan padaku."
"Lagi-lagi kalimat itu!" dengusku.
"Kau tak memahami dirimu. Tanyakan lagi ke hatimu, pasti itu jawabannya!"
"Aku mencintamu!" "Aku ingin menikahimu"seruku.
"Kau bahkan belum menanyakannya!"
Aku bangkit dengan kesal hati.
"Begitu kasihannya kau padaku sampai-sampai kau tak akan sanggup melakukan kewajibanmu. Kau selalu takut akan menyakitiku. Benar bukan? Aku pun tak mau ini terjadi padamu. Kamu terlalu agung bagiku. Aku tak sanggup melihat kamu…"
"Aku tak sanggup. Karena takut dosa dan neraka
"Kamu tak mengerti bahwa yang terjadi padamu pun terjadi padaku. Bahwa aku tak akan sanggup hidup tanpamu karena hatiku telah terpaut padamu."
***
Wallahu a'lam

PEMUDA ISLAM BANGKITLAH !!!



Oleh : adi_alfaruq@

Santai…santai sajalah…masih ada waktu tuk kita. Saantaai..santai sajalah…masih ada waktu tersisa.Lirik lagu yang dibawakan Sania boleh jadi merupakan gambaran konsep waktu bagi sebagian anak muda di negara kita. Bahwa masa muda adalah masa buat happy-happy, yang penting tetep gaya, oke, pinter, dan gaul. Ya nggak ? Padahal, dibalik semua itu sebagai pemuda atau siapa pun yang masih mempunyai semangat dan jiwa muda kita punya tugas dan misi besar.
Misi yang jauh lebih besar dari misi-misi agen FBI,CIA, bahkan agen Mossad yang tak pernah berhenti untuk menghancurkan umat Islam. Misi yang langsung Allah berikan untuk kita.Misi untuk memberlakukan hukum-hukumNya diseluruh penjuru dunia dan untuk mengalihkan manusia dari penghambaan terhadap sesamanya. Juga untuk membebaskan umat manusia dari alam yang sempit menuju alam bebas merdeka.
Misi yang sesuai dengan sunatullah penciptaan manusia, yaitu untuk mewujudkan ketaatan dan pengabdian kepada Allah serta untuk menyerahkan diri sepenuhnya terhadap seluruh keputusanNya. Sebagai mana yang dikatakan Allah dalam firmanNya :
" Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu." ( Adz Dzariyat : 56 )
Disadari atau tidak masa muda adalah masa yang paling produktif bagi seorang insan. Maka sangat disayangkan jika kita menyia-nyiakan begitu saja masa muda kita. Masa disaat fisik kita masih sangat kuat, sel-sel otak kita masih cerdas untuk menangkap materi-materi yang kita dapatkan,dan terutama masa yg akan dimintai pertanggungjawabanNya.
Dengan misi yang teramat berat diatas sebagai seorang pemuda muslim kita harus memiliki lima macam kriteria yang harus kita yakini sepenuhnya, yaitu :
1. Iman yang kuat
Jagalah dalam hati kalian agar Iman tidak mudah goyah dan surut.Sesuai firman Allah dalam QS Al-Hujurat : 15.
Iman yang kuat, seperti pohon yang akarnya menghujam kedalam tanah, batangnya menjulang kuat, dan diantara daunnya yang rimbun akan dihasilkan buah akhlaq dan amal yang manis rasanya. Maka inilah saatnya memperkokoh iman kita. Mempersiapkan diri menghadapi berbagai tantangan yang akan selalu berputar dalam catatan kehidupan kita.

2. Keikhlasan yang Sungguh-sungguh
" Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam ( menjalankan ) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus."
( Al Bayinah : 5 )
Orang mukmin yang lurus adalah jika pendorong agama didalam hatinya bisa mengalahkan pendorong hawa nafsu, porsi akhirat bisa mengalahkan porsi dunia, mementingkan apa yang ada disisi Allah dari pada apa yang ada disisi manusia, menjadikan niat, perkataan dan amalnya bagi Allah, menjadikan shalat, ibadah, hidup dan matinya bagi Allah, Rabb semesta alam. Inilah ikhlas.Memang bukan hal yang mudah untuk diamalkan, tapi keikhlasan adalah landasan dari amal yang kita kerjakan. Bukankah kita tak ingin sekedar menabung kesia-siaan ??!!

3. Tekad yang kuat tanpa rasa takut
" (Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan." ( Al Ahzab : 39 )
Saatnya untuk membangkitkan hamasah ( semangat ) dan azam dalam hati kita. Untuk tetap istiqomah dan memperbaiki diri agar menjadi insan-insan yang unggul dan bermanfaat bagi sesamanya.Tanpa tekad yang kuat jangan berharap kita akan dapat berubah dan meraih kemenangan.


4. Usaha yang berkesinambungan
Salah satu yang harus dipenuhi dalam mewujudkan misi kita ialah tidak mengenal rasa jenuh dan malas.
" Dan katakanlah :"Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, …"
( QS At Taubah : 105 )
Kemalasan adalah faktor terbesar dari diri kita yang telah begitu lama membuat kita lalai dan terbuai. Padahal tiap detik yang kita lalui akan selalu tercatat dalam kitab amalan kita. Akan ada masa pertanggungjawaban, siapkah kita ,apa yang akan kita katakan saat Allah bertanya untuk apa masa mudamu digunakan ??

5. Pengorbanan
Pengorbanan adalah sesuatu yang wajar sebagai bukti kecintaan kita pada Allah. Harta, jiwa, raga dan segala macam pengorbanan menjadi konsekuensi yang logis bagi orang yang sedang gila cinta. Adik-adikku,karena itulah besar kecil pengorbanan seorang mukmin juga menjadi tolak ukur seberapa besar cinta dan keimanannya pada Allah dan Rasulnya.

Pada dasarnya kelima kriteria di atas merupakan ciri khas orang-orang yang menepati janjinya kepada Allah. Ingatlah, sesungguhnya landasan iman adalah jiwa yang suci. Landasan keikhlasan adalah hati yang jernih. Landasan tekad adalah semangat yang kuat membara. Landasan usaha ialah kemauan yang keras dan landasan pengorbanan adalah aqidah yang kokoh.
Kini yang ada dihadapan kita adalah kenyataan bahwa umat Islam tengah berada di persimpangan jalan. Dunia Islam pada umumnya menghadapi benturan keras dari arus ideologi, pemikiran, moralitas, adat istiadat, kebudayaan, dan lain-lain.Mari kita berkaca diri, berapa banyak kita mendengarkan kaset-kaset barat dibandingkan kaset-kaset murotal.Atau berapa sering kita lebih memilih mode barat dibandingkan pakaian yang Islami. Maka tak dapat dipungkiri, bahwa kini masyarakat kita ( dan juga kita ) sedang sakit parah.

Sakit yang tidak hanya dapat disembuhkan dengan pemeriksaan fisik dan pemberian terapi medikamentosa. Tapi sakit yang membutuhkan pengobatan yang intensif untuk memulihkan kembali kesehatannya. Umat kita mendambakan seorang yang dapat menggandeng tangannya untuk menuju ke atas bahtera keselamatan untuk kemudian berlabuh di pantai kedamaian.Umat kita membutuhkan penyelamatan, petunjuk dan perbaikan.Dan pemuda muslim adalah satu-satunya tempat melabuhkan semua harapan. Pemuda Islamlah penentu kebangkitan dan eksistensinya.

Maka berilah qudwah ( panutan) yang baik kepada orang lain dalam segala sesuatu. Dan mulailah dari diri kita ( ibda bi'nafsik ). Bangkitlah, dan bercerminlah pada kader-kader mukmin yang digembleng Rasulullah di Darul Arqom.Mereka adalah pemuda-pemuda yang tangguh. Dari tangan merekalah terbit fajar Islam. Bagaimana tidak ? Pada waktu itu usia Rasulullah sendiri pun baru menginjak empat puluh tahun ketika beliau diangkat menjadi rasul. Sedangkan Abu Bakar pada waktu itu berusia tiga tahun lebih muda dari usia Nabi Saw. Bahkan Umar bin Khattab masih berusia 27 tahun dan Ali ra adalah orang termuda dari keempat khalifah tersebut. Juga para mujahid yang tangguh, seperti Abdullah bin Mas'ud, Abdul Rahman bin Auf, Al Arqam bin Arqam, dan puluhan bahkan ratusan pemuda lainnya.

Dalam mengemban risalah dawah, mereka dengan tabah menanggung siksaan. Mereka rela berkorban demi lancarnya perjuangan Siang dan malam berusaha keras mewujudkan kemenangan gemilang serta keeksistensian Islam.Bagaimana dengan kita ?Perbaikan diri bagaimana pun harus dimulai dari diri kita sendiri, sebelum kita menyeru orang lain dan mengajak sebanyak mungkin saudara-saudara kita menuju surga.Maka inilah saatnya kita mulai tiap detik selangkah lebih baik otreh !

Janji Allah pasti akan terwujud, bahwa Islam akan kembali berjaya. Maka seperti yang dikatakan oleh Hasan Al-Banna bahwa "Umat harus bangkit. Namun aset umat ini untuk kembali bangkit telah terkuras habis, kecuali satu : itulah pemuda." Ya, inilah saatnya bagi kita untuk bangkit, untuk senantiasa berada dalam garis keseimbangan antara amal, akal, dan ruhiyah . Pilihan kini berada ditangan kita, untuk menjadi umat pengganti atau yang tergantikan ?? Wallahu alam bishawab.

Maroji :
Pesan untuk Pemuda Islam, Abdullah Nashih Ulwah
Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, DR.Ali Abdul Halim Mahmud
Niat dan Ikhlas, Dr. Yusuf Al Qardhawi

Minggu, 25 Oktober 2009

Saat Terakhir Bersama Bunda



oLEH: aDI mANsAH aLFARUQ

SEMENJAK Ibuku meninggal dunia, semua adik dari ibuku membisu. Tidak ada seorang pun yang berbicara atau pun berkomunikasi dengan diriku. Seolah-olah semua bibiku menyimpan sesuatu yang disembunyikan dalam hatinya. Rumah semakin sepi dari gurauan dan canda yang membuat kegembiraan keluargaku sebeku batu. Suara Ibu yang biasanya memberikan nasihat dan ajaran pada anak-anaknya lenyap ditelan sang bayu. Biasanya aku dan kelurga ibuku selalu bergurau dan diskusi tentang apa makna hidup dan masa depan keluarga kami. Tapi sekarang berubah cepat seperti kilat, tidak ada seorang pun yang menyapaku dengan kalimat penyayang atau kebapaan.

Wajah Ibu selalu terbayang di setiap dinding rumah peninggalannya. Telinga dan mulut Ibu selalu tergambar di setiap pintu kamar rumah. Kedua tangannya selalu membelai tempat tidur di setiap kamar rumah. Dan ke dua matanya yang sayu dan tajam selalu mengawasi setiap gerak-gerik tingkah laku anak-anaknya yang menempati rumah tinggalnya.

Rumah Ibuku memang tidak begitu kecil dibandingkan dengan rumah yang berada di kompleks perumahan yang model empat enam. Rumah yang biasa ramai dengan penghuni enam atau lima orang yang selalu bercengkrama dengan kegembiraan itu, kini pudar sudah. Kini yang tinggal hanya sepasang suami istri muda dengan seorang perempuan muda yang baru lulus kuliah sebuah di perguruan tinggi.

Ibu meninggal dunia karena mengidap penyakit darah tinggi dan liver yang ganas dan penyakit-penyakit lainnya. Memang rawan sekali bagi seusia bunda yang kuat bekerja yang selalu beraktivitas tinggi tetapi kurang disiplin makan. Ibuku adalah seorang perempuan gigih dalam hidupnya. Tiada hari tanpa harapan dan cita-cita untuk mendidik anak-anaknya sebagai manusia yang bisa mandiri dan bertakwa. Demokratis pemikirannya selalu tercermin dalam mananggulangi masalah anak-anaknya. Ibuku cerewet. Tetapi perlu juga dicontek, kecerewetannya mengarah pada hal-hal yang benar juga. Jarang sekali Ibu melakukan kesalahan di depan mataku dan lima anak-anak lainnya.

Memang Ibuku meninggal tidak dalam keadaan sehat wal-afiat. Ibuku meninggal dunia setelah tiga minggu dirawat di rumah sakit M. jamil Padang yang biayanya sangat mahal sekali.

Setelah lima hari menjalani perawatan di sebuah ruangan, Ibuku semakin tidak berdaya menahan rasa sakit dada dan punggungnya. Melihat keadaan Ibuku kesakitan seperti itu, aku dan adik perempuanku segera melaporkan ke perawat yang ada di ruang perawat. Dua orang suster ruangan yang sedang piket dengan segera melihat ke ruangan Ibuku, mereka dengan terburu-buru meminta bantuan kepada salah seorang dokter jaga di ruangan sebelah. Dokter jaga segera menghampiri Ibuku di ruangan nomor lima puluh.

"Maaf ya Bu, tolong atur napasnya. Jangan gelisah. Sabar ya Bu." Kata dokter jaga ruangan sambil memeriksa ibu yang terbaring lemas dan cemas.

Ibu semakin kelihatan tidak tenang. Kedua tangannya memegang besi tempat tidurnya. Napasnya yang tersengal-sengal semakin tidak terkendali. Kedua matanya terbuka lebar menahan rasa sakitnya. Beberapa lama kemudian kedua matanya tertutup perlahan. Hidungnya yang tertutupi oleh selang oksigen tidak cukup memberikan ketenangan di dalam jiwanya dalam mempertahankan hidupnya.

"Begini saja ya Bu, lebih baik saya telefon dokter yang menangani Ibu. Karena melihat kondisi Ibu di sini cukup mengkhawatirkan kalau di sini terus. Ibu harus dalam pengawasan intensif. Lebih baik pindah saja ke ruangan ICU. Dan itu harus persetujuan dokter yang menangani Ibu. Sebentar saya akan menghubunginya , ya. Tenang saja ya Bu." Kata dokter jaga sambil keluar ruangan pasien dan menuju ke ruangan perawat menghampiri sebuah telefon.

Waktu itu dokter jaga langsung saja menelefon dokter spesialis yang menangani Ibuku. Beberapa lama kemudian dokter yang menangan Ibuku datang, dan langsung memeriksanya dengan segera dan telaten.

"Selamat siang! Ibu bagaimana sekarang, tambah sakit ya ? Baik coba saya periksa dulu ya," kata dokter spesialis yang menangani Ibuku sambil memeriksa kembali dada, perut dan punggungnya. Dokter spesialis Ibuku sempat terdiam sejenak ketika memegang tangan kanan untuk merasakan nadinya. Lalu dia keluar ruangan pasien menuju ruangan perawat.

Aku sangat penasaran apa yang sedang dokter pikirkan. Maka aku segera menyusul dokter spesialis Ibuku dan menghampirinya.

"Bagaimana keadaan dan kondisi Ibu saya dok ?" Tanyaku sambil melihat wajah dokter yang sudah berumur itu.

"Sebaiknya Ibu saudara harus segera pindah ke ruangan ICU, karena Ibu saudara harus dalam pengawasan intensif. Keadaanya Ibu saudara semakin parah dan itu harus dalam penanganan yang serius". Itulah kata dokter sambil membuka kacamata minusnya. Dan tangan kanannya mengambil saputangan dalam kantung celananya yang berwarna hitam. Lalu membersihkan keringat di wajah tuanya itu. Lalu dokter itu menyodorkan surat perjanjian dan pertanggungjawaban perawatan dan pembiayaan pada saya.

"Silahkan saudara tandatangani surat ini segera, dan tolong baca terlebih dahulu."

Aku tertegun sebentar. Berpikir keras. Kedua mataku menatap dokter spesialis itu, hatiku berdebar seperti merasakan kesakitan yang dialami oleh Ibuku.

"Baiklah dok kalau begitu, lebih baik harus segera ke ruangan ICU" Kata saya sambil menandatangai surat perjanjian dan pertanggungjawaban perawatan Ibuku.

Setelah aku menandatangani surat perjanjian dan pertanggungjawaban perawatan dan pembiayaan, aku langsung masuk kembali ruangan lima puluh dan menghampiri Ibuku yang sedang cemas dan gelisah merasakan sakitnya.

"Bagaiman Kak ?" tanya adikku sambil matanya menatap padaku sepertinya ada yang dikhawatirkan dalam benaknya.

"Ibu harus segera pindah ke ruangan ICU, sekarang tolong bereskan barang-barang dan pakaian Ibu."

"Pindah ?" Adikku kaget, dan kedua matanya mulai berkaca-kaca.

"Ya pindah. Ibu harus sembuh seperti sediakala." Sambil membuka lemari pakaian pasien dan memasukkannya ke dalam ransel.

"Bu tenang saja, ya....pokoknya Ibu bisa sembuh kalau Ibu pindah ke ICU. Soal biaya jangan dipikirkan, yang harus Ibu pikirkan kembali untuk sehat sediakala," kataku seraya memandang Ibuku untuk tetap tegar dan sabar.

Ibuku tersenyum simpul. Matanya memandang tajam. Cahaya wajahnya bersinar menyinari pikiranku yang ikut juga berdebar melihat keadaan Ibuku. Kedua tangan Ibuku meraih bahuku lalu merangkul pada diriku.

"Terima kasih Di, terima kasih...semoga kebaikanmu bisa terbalas lebih dari kebaikan yang kau kerjakan pada Ibumu sekarang."

"Tenang saja bu, Ibu jangan menangis nanti sakitnya tambah parah. Sekarang tidur saja ya." Ucapku sambil menghapus air mata Ibuku, lalu menidurkannya kembali.Tanpa tersa airmataku mebasahi serbanku yang buram telah dua hari belum sempat di cuci.

"Ayo segera beres-beres barang-barangnya," kataku sambil menyuruh adikku untuk berkemas-kemas membereskan barang-barang agar keluar ruangan dan menuju ruangan tunggu ICU.

Tidak lama kemudian dua orang suster dengan segera masuk ke ruangan lima puluh, terus menghampiri Ibuku dan mendorong tempat tidur Ibuku lalu membawanya menuju ruangan ICU.

Aku dan adikku setelah beres memindahkan barang-barang Ibuku ke ruangan tunggu ICU, segera menuju ruangan ICU. Namun waktu aku dan adikku sampai di pintu ruangan ICU dokter jaga menahannya.

"Maaf Pak, Bapak dan Mbak tidak diperbolehkan masuk ruangan tanpa pakaian ruangan ICU. Sekarang Bapak belum bisa masuk ruangan ini, karena belum jam besuk. Mohon Bapak menunggu saja di ruangan tunggu ICU. Bapak tinggal mendengarkan panggilan dari kami jika ada apa-apa tentang kondisi kesehatan ibu" Begitulah ucap dokter jaga ruangan ICU sambil mempersilahkan aku dan adikku keluar dan menutup pintu ruangan ICU kembali.

Aku dan adikku terbengong sejenak saling pandang. Lalu segera keluar dan duduk di ruangan tunggu ICU. Aku segera menelefon semua kkerabatku termasuk ayah yang lagi menjaga adikku yang masih kecil2 di rumah, dan saudara-saudara Ibuku sambil meninggalkan ruangan tunggu ICU dan menuju mesjid terdekat di lingkungan rumah sakit untuk menunaikan shalat Jumat. Sementara adikku aku suruh diam dan menunggu, takut-takut ada panggilan dari ruangan ICU.

Sepulangnya aku dari Jumatan, perutku terasa lapar. Memang perutku dari pagi belum sarapan. Sambil pulang aku ke kedai sate dulu untuk membeli dua bungkus makanan alakadarnya. Sepanjang jalan menuju rumah sakit aku berpikir yang aneh-aneh dan perasaanku tidak enak.

Ketika aku sampai di ruang tunggu ICU terlihat adikku sedang melakukan salat duhur. Aku duduk di bangku ruangan tunggu ICU. Setelah selesai salatnya adikku menghampiriku, dan aku menyuruhnya untuk makan dulu.

"Ayo kita makan dulu, jangan membiarkan perut kita kosong tanpa makanan!" Sambil membuka kantung plastik yang berisikan dua bungkus sate dan dua bungkus plastis minum air teh hangat. Aku dan adikku makan bersama-sama, dan sebelumnya mengajak orang-orang lainnya yang sama menunggu keluarganya di tunggu ICU.

Sungguh tidak terasa, Ibuku sudah tujuh hari di ruangan ICU. Pertemuan aku dan Ibu sudah tidak bisa bertemu tiap detik atau tiap menit. Pertemuan hanya bisa dua jam dalam satu hari. Itu pun sesuai dengan jadwal jam besuk, jam dua belas dan jam empat sore. Pertemuan dengan Ibu semakin mahal dan singkat.

Aku dan adikku selalu berebutan untuk bertemu dengan Ibuku di ruangan ICU. Apalagi pakaian khusus ganti untuk yang besuk hanya sedikit yang tersedia. Keluargaku selalu kebagian besuk paling belakang untuk melihat kondisi Ibu.

Pertemuan yang terbatas itu, ternyata awal dari sebuah pertemuan yang panjang. Sekarang aku bisa merasakannya bahwa pertemuan yang selalu dihitung dengan jam adalah sebuah pertemuan singkat untuk mengawali kepergian sang Ibu tercinta menuju penciptanya. Semoga Tuhan bisa mengampuni segala dosa perdosaannya, dan engkau Ibu bisa tidur terbaring nyenyak dalam pangkuan Khaliknya. Amin. ***

KUPERSEMBAHKAN BUAT BUNDA YG TELAH PERGI....